Oleh Nara Setya Wiratama, S.Pd
Lebih dua tahun sudah Saya tidak mengunjungi media blog dan jarang juga memposting tulisan-tulisan dua tahun terakhir ini. Lama sudah tidak menulis dalam coretan-coretan pena, sebuah hobi dan juga kegemaran dimana sebuah tulisan bisa mempengaruhi panggung Sejarah, sungguh Luar Biasa. Mungkin karena kesibukan di akhir Studi yang harus Saya selesaikan, merampungkan Skripsi, mengajar di salahsatu SMP di Jember, dan juga bercuap-cuap di salahsatu Studio di Jember sebagai Penyiar Radio. Ditambah lagi kegiatan-kegiatan sosial menjadi pembicara di seminar motivasi, ESQ Training, dan lain-lainnya bersama Wiratama Training Center sebuah lembaga pemberdayaan diri milik pribadi. Berbagai kegiatan yang hampir bersamaan itulah terkadang yang membuat Saya saat ini terhenyak “mengapa bisa melalui masa-masa kritis itu?”, itulah mungkin yang akan Saya bagikan dalam tulisan kali ini.
Cerpen berjudul “HALILINTAR tUk SaMBut MENTARI” Saya tulis pada Hari Minggu, 26 Oktober 2014 Pk. 10.00.Wib. Semoga Menginspirasi. Selamat Membaca.

Foto Dokumen Pribadi Keluarga

Mentari tenggelam di ufuk barat, suara adzan mahgrib menggema diseluruh sudut kota. Kicauan burung pun mulai sirna dan kembali ke sarang masing-masing. Bapak-bapak bersarung sambil membawa sajadah dipundaknya memasuki surau-surau dan masjid sekitar. Pun dengan Aku yang bernama Wira, seorang mahasiswa semester delapan yang saat itu sedang melaksanakan ibadah di kamarnya. Saat itu ternyata malam minggu, dimana anak-anak kos banyak yang keluar menikmati malam panjang bersama teman, pacar, atau sekedar nongkrong di sekitaran kampus sambil ngopi. Namun Aku malah membuka laptop dan harus mengerjakan kembali tulisan beserta buku-buku yang berserakan dalam kamar guna sesegera mungkin menyelesaikan studi yang diamanahkan kedua orangtuaku di kampung halaman. Waktu menunjukkan pukul setengah 7 malam, Aku tengah asyik mengerjakan skripsi ditemani camilan kacang kulit asin dengan iringan musik campursari, musik yang jarang diminati pemuda-pemuda seumuranku.
Tiba-tiba dari arah samping tempat duduk berbunyilah hp menandakan ada sms masuk, “Ra, ada dimana sekarang? Ayo malam mingguan bertiga dengan Prihatini, habis ini ku jemput km”. Teryata Sms itu dari sahabatku Yadi yang saat itu sedang galau karena tidak ada kerjaan di kos nya. “Aku di Kosan Di, makan dimana? Ayok habis ini aku siap-siap”, jawabku.
Akhirnya Aku terpaksa menutup kembali laptop beserta buku-buku yang sebelumnya sudah mulai ku ketik dan menunggu jemputan Yadi. Hingga jam menunjukkan pukul tujuh malam, Yadi menjemputku dan mengajak Prihatini sahabatku yang lain. Lalu kami bertiga makan di warung Bu Wahyu di sekitar kampus.
“Habis ini kita kemana Ra, Di?”, tanya Prihatini. “kita gitaran aja di kos ku, ajak temen2 lainnya”, timpal Yadi. “Okelah ayokk keburu pagi, ehh malam, hahahaa”, sahutku menimpali disertai ketawa kami bertiga. Lalu kita berangkat ke kos Yadi sambil menikmati suasana macet jalan sekitar kampus yang saat itu banyak mahasiswa yang bermalam mingguan dengan kekasihnya, sedangkan kami para jomblo mania hanya gigit jari melihatnya. Begitu sampai di kos Yadi, ia langsung masuk ke kamarnya mengambil gitar dan membawanya ke ruang tamu beserta buku-buku chord gitar. “Bisa lagu apa aja Di?”, ucapku. “Lha km minta lagu apa bro?, percayakan sama Yadi,hahhaa”. Lalu kami nyanyi lagu demi lagu disertai curhat masing-masing ketiga anak manusia ini.
Waktu menunjukkan pukul setengah sembilan malam, tiba-tiba hp di saku berdering. “Siapa Ra?”, tanya Prihatini. “Oh ini ibuk sms sepertinya”. Lalu aku buka sms dan seketika itu juga wajahku berubah begitu melihat sms bahwa ibukku ternyata sakit dan harus dirawat atau opname di Rumah Sakit. “Tin, Di… Sepertinya Malam ini aku harus pulang ke Nganjuk, karena ibu ku sakit dan opname”. Lalu wajah dua sahabatku sepertinya juga kaget dan berkata “apa ndak besok pagi aja Ra, perjalanan 7 jam ke rumahmu dan sekarang sudah malam?”, tanya Prihatini. “Aku nggak bisa menunda Tin, dan pasti aku tidak nyaman tidur malam ini“. Jawabku. “Yasudah semoga ibumu Segera sembuh dan sehat yaa broo”, timpal Yadi. Akhirnya kami semua pulang, dan Aku bersiap diri untuk pulang lalu diantar Prihatini ke tempat pemberhentian Angkot menuju terminal.
Semilir angin malam terasa hingga sumsum tulang malam itu. Ada semacam kekuatan yang membuat Aku kuat menahan dinginnya malam menuju terminal, dan akhirnya jam 10 malam berangkatlah bus menuju tanah kelahiranku. Bathin yang tidak karuan bercampur kawatir melintas bayangan ibuk, berharap beliau sehat-sehat saja. Sampai waktu subuh menjelang mata tak bisa ditutup dan akhirnya sampailah di kota tujuan yaitu Nganjuk. Langsung saja Aku turun dari bus dan berjalan menuju Rumah Sakit yang berjarak 3 Km dari penurunan bus.
Sesampai di RS, dan bertanya-tanya kepada perawat jaga akhirnya aku menemukan ruang dimana ibu dirawat. Ku ketok pintu, dibukanya pintu oleh Marta adikku yang saat itu kelas 5 SD. Didalam kulihat ada Bapak dan Marta yang menjaga. Kulihat Ibu istirahat dengan pergelangan tangan kiri nya di infus, tak kuasa Aku melihatnya. Hingga pagi menjelang ibu bangun lalu ku cium tangannya, “Bagaimana keadaannya buk?” tanyaku. “Allhamdulillah Uda lumayan Le, km jam berapa sampai? Km sehat kan?”. “Allhamdulillah Saya Sehat buk, tadi jam 4 sampai, ibuk makan yang banyak ya agar cepet pulih”, begitu jawabku. Disaat beliau sakitpun ternyata beliau masih ingat akan keadaan anaknya, sungguh luar biasa jiwa seorang ibu. “Libur berapa hari Le?”, “dua hari buk, senin malam sudah harus balik, karena Selasa ada jam ngajar di sekolah. Mau ijin lagi tidak enak, minggu kemarin sudah ijin”. Begitulah jawabku ke Ibu.
Akhirnya senin malam pun tiba, setelah dua hari penuh Aku merawat dan menunggu Ibu di Rumah Sakit tiba saatnya Aku pamit untuk kembali ke tanah rantau. Berat rasanya jika harus meninggalkan ibu yang terbaring sakit dengan infus yang masih terpasang di pergelangan tangannya Meski ibu mengikhlaskan, namun aku tahu ada perasaan berat di raut wajah beliau. Dua kejadian yang membuatku dilema antara kewajiban merawat orang tua dengan menunda keberangkatan, atau demi sebuah tanggungjawab profesi karena harus mengajar di sekolah setelah beberapa hari ijin. Namun akhirnya Aku harus meninggalkan ibu dan mohon ijin kepada ibu dan keluarga. Sebelum Aku pergi ibu berpesan “hati-hati Le, di bus jangan tidur, dijaga barang bawaanya”, “iya buk, matur nuwun”, jawabku. Laptop ku yang saat itu dimainkan oleh Adikku untuk bermain game Aku minta, dan ia menyahut “yah diambil sama Mase, nggak bisa main lagi deh”, ucapan itu yang diucapkan adik saat laptopku akan kumasukkan dalam tas. “yaa nanti kalau mas pulang main o lagi sepuasnya”, itu jawabku sambil ngelus kepalanya Marta. Aku pun jalan kaki menuju pemberhentian bus sekitar 3km dari rumah sakit. Sebuah bus yang tak terlalu penuh penumpang menghampiriku dan akhrinya berhenti lalu melajulah bus tersebut ke Surabaya.
Dingin angin malam yang mengoyak badan, menambah mencekamnya malam itu. Semua penumpang terlelap dalam elegi malam yang indah. Bayangku masih di rumah sakit, dimana ibuku dirawat. Hanya doa yang bisa ku panjatkan ke illahi agar beliau segera diberi kesehatan. Saat itu sepuluh malam bus berangkat dari Nganjuk menuju Surabaya untuk transit. Tiga jam perjalanan sampailah di terminal Bungurasih, terminal bus terbesar di Indonesia. Setelah sampai surabaya, aku pun pindah ke lokasi bus antar kota dalam provinsi dan masuk di salahsatu bus ekonomi jurusan Jember. Akupun menikmati cemilan yang kubawa sambil menunggu keberangkatan bus. Hingga akhirnya bus tersebut melesat meninggalkan kota Surabaya.
Perjalanan kunikmati namun masih dengan bayangan memikirkan ibuk yang kutinggal saat beliau belum pulang dari rumah sakit. Waktu menunjukkan pukul tiga pagi yang saat itu bus telah sampai di terminal Probolinggo dan bersiap melanjutkan ke kota pisang, Lumajang. Tidak seperti biasanya mata begitu berat sekali untuk dibuka begitu sampai di kota ini. Dan aku masih ingat betul terakhir bangun telah sampai depan terminal menak koncar, lumajang sambil menunggu bus menaikkan dan menurunkan penumpang. Disamping ku kosong tidak ada penumpang lagi disana. Berangsur-angsur mata berat dan layu larut dalam mimpi sambil memeluk tas bawaan tak kuasa menahan rasa kantuk yang tak seperti biasanya.
Tiba-tiba antara sadar dan tidak, aku merasakan tasku ada yang menjamah dan secepat kilat tanganku memegang tangan itu dan ia maju ke bagian depan bus. Lalu aku cek tasku, begitu kagetnya ketika tasku dalam kondisi telah sobek dan dua handphone lenyap seketika beserta kamera digital yang kubawa. “Copet Wooyy,, itu Copet Pak, tolong Aku???” teriakanku mengguncang seluruh penumpang dalam bus. Namun seluruh penumpang seolah-olah diam seribu bahasa, dan seorang yang sempat kupegang tangannya datang dari depan, “Hehh, opo buktine kowe nuduhku copet?”, degan nada kasar dihadapanku. “Cobo cek en iki awakku, ora usah nuduh!” cetusnya kembali. Dua menit kemudian ia turun di jalan raya sebelum Jatiroto-Tanggul. Lalu ku buka tasku yang besar, alangkah kagetnya aku ketika laptopku juga sirna. “Yaa Allah, Laptopku juga hilang”, teriakku dalam bus. Sopir, kondektur dan kernet seakan-akan acuh terhadap peristiwa itu.
Lemas sudah badanku lunglai serasa tak berdaya. Dua handphone, laptop, kamera digital dan perangkat elektronik presentasi sirna dalam sekejab. Beberapa orang yang sebelumnya berada di belakang, maju mendekatiku. “Mas, Saya juga kecopetan, celana saya di sobek dan uang dalam dompet juga dikurasnya”, ungkap bapak-bapak paruh baya. “Dua Hp dan uang Saya juga hilang mas”. demikian pula seorang pemuda yang celana nya di sobek oleh pelaku. Sungguh pencopetan yang terorganisasi dan sistematis di wilayah Jatiroto, Lumajang. Bahkan mereka tidak ada yang tersadar ketika celana dikoyak oleh pelaku begitu juga aku yang saat itu memeluk tas dengan erat. “Dalam laptop itu ada dokumen skripsi dan dokumen-dokumen lainnya yang sangat penting Pak, dan aku telah menargetkan Ujian skripsi pada 14 Mei nanti”, ucapku kepada bapak yang kehilangan dompetnya. “Yang sabar mas, kita doakan saja semoga orang yang mencuri itu diberi keselamatan dan barang mas bisa bermanfaat untuknya. Jangan kita doakan yang jelek, doakan yang baik-baik untuk mereka. Insya Allah mas akan mendapatkan anugerah yang lebih setelah ini”, begitu jawab bapak itu menenangkanku.
Kejadian selasa pagi 22 April itu sungguh membuatku Shock, dan aku terpaksa turun di kecamatan Rambipuji ke rumah salahsatu rekan guru. Disana lah tempatku menenangkan diri dan dibantu menguruskan surat ketengan hilang dari kantor polisi, dan lain-lainnya. “Buk, Saya sudah sampai Jember dan ini mau ke sekolah. Ini pake no nya temen, karena nomorku kehabisan pulsa”, itulah smsku ke ibu menggunakan hp rekan dan sengaja aku tidak memberitahukan kejadian yang telah menimpaku terlebih dahulu. “Iyo Le, Allhamdulillah sudah sampai dengan selamat, jangan lupa sarapan”, begitu jawab ibu. Dari seluruh nomor hp, memang hanya nomor ku sendiri dan nomor Ibu yang benar-benar kuhapal. Ketika hp hilang, orang pertama yang kuhubungi adalah ibu. Hari demi hari aku gunakan untuk mengerjakan skripsi, mengetik ulang, dan mencari data kembali karena seluruh dokumen ikut hilang dalam laptop. Pagi sampai siang aku gunakan untuk mengajar, sore sampai malam diklat Broadcasting di salahsatu radio, dan malam lembur mengerjakan skripsi. Disaat terpepet itulah tiba-tiba aku merasakan keajaiban yang luar biasa, ketika dosen pembimbing memberikanku keringanan untuk mencari sumber lagi, bahkan aku diberi tas untuk  dipakai karena tas ku telah rusak disobek oleh pencopet, serta banyak teman kos yang meminjami laptop untuk mengerjakan, dan lain-lain.
Wisuda bulan Juni telah dekat, sementara aku saat itu masih proses pengerjaan. Namun, aku selalu membayangkan bahwa aku pasti bisa dan bisa mewujudkan sidang tanggal 14 mei. Waktu yang sedemikian singkat membuatku pesimis apakah bisa mewujudkan mimpiku agar lulus 14 mei dan bisa ikut wisuda bulan juni, itulah yang selalu terngiang dalam bawah sadarku. Bimbingan demi bimbingan kulakukan, akhirnya keterbatasan tak membuatku surut dan akhirnya aku dipanggil dosen pembimbing dan ditawari untuk sesegera mungkin ujian Skripsi. “Allhamdulillah Yaa Allah engkau memberikanku jalan”, ucapku dalam hati.
Setelah dapat persetujuan dari dosen pembimbing 1 dan 2, pembahas pun menyetujui. Ada masalah lagi dengan dosen penguji dan sempat mendapat berbagai hambatan lagi yang sangat kompleks. Akhirnya diputuskan tanggal 14 Mei 2014 hari bersejarah dalam perjuanganku meraih gelar S-1, Aku dinyatakan Lulus dengan lama studi 3 tahun 9 bulan 17 hari. Setelah ujian pun, masih banyak yang harus aku revisi utamanya dari dosen pembahas dan penguji hingga akupun diminta merubah judul dan merombak dari awal. Sungguh cobaan apalagi ini, pikirku saat itu. Meski sudah dinyatakan lulus, namun belum pasti apakah aku bisa ikut wisuda bulan Juni. Namun waktu yang sangat diluar nalar dan keajaiban yang luar biasa, akhirnya Tuhan memberikan bantuannya kepadaku agar menyelesaikan revisi dibantu oleh dosen pembahas. Akhirnya dosen penguji pun menyetujui aku untuk wisuda bulan juni, meski sebelumnya mendapat tekanan-tekanan yang luar biasa dari beliau. Namun aku sadar bahwa tekanan beliau itulah yang akhirnya mendewasakanku dalam bertindak saat ini.
Sebuah anugerah ketika tiga minggu sebelumnya data skripsi hilang dan mustahil bisa menyelesaikan untuk ujian secepatnya dari tanggal yang aku impikan. Disaat yang bersamaan pula, aku juga mengajar di SMP dan mengikuti Diklat Broadcasting setiap sore harinya. Seketika itu aku ingat bahwa sebenarnya bathin ibu sangatlah kuat terhadap anaknya. Ridlo ilahi memang benar atas ridlo ibu, dan murka illahi adalah murka sang ibu.
Ketika aku meninggalkan ibu saat di Rumah Sakit, meski beliau nampak ikhlas sebenarnya ibu merasa berat melepas anaknya. Dan ternyata tuhan mendengar, dan di cobalah hambanya yang tak tau diri ini. Namun, tidak ada orang tua yang tak ikhlas dan tak sayang terhadap anaknya. Meski bathinnya sedikit tidak rela, namun ada bathin ibu yang lain mendoakan kesuksesanku. Hingga akhirnya aku diberi kemudahan-kemudahan meski harus melalui tekanan-tekanan halilintar yang mencekam. Itulah sejarah telah mendewasakanku dalam bertindak yang akan tertulis dalam frame panggung sejarahku kelak. Hormati ibu, turuti ibu, dan berkasihlah dengan Ibu, Bapak, dan saudara-saudara kita.
Nilai-nilai yang bisa kita ambil dari tulisan diatas adalah:
1)     Menurutlah pada Kedua Orang Tua, utama nya Ibu. Ridhlo Illahi ada padanya, dan murka Illahi juga pada murka nya;
2) Ibu memiliki perasaan yang kuat terhadap anak-anaknya, jangan sekali-kali membantah apalagi membuat beliau menangis;
3)     Beranilah bermimpi besar, beranilah menargetkan diri untuk kesuksesan kita;
4)     D + A = S
 D = Dream; A = Action; S = Success;
5)  Apa yang kita aggap benar seringkali salah, dan apa yang kita angap salah  seringkali benar. Tatalah hati dan perbuatan;
6) Tidak ada bapak/ibu guru/dosen yang ingin menyengsarakan anak didiknya, menurutlah Insya Allah Ilmu dari beliau akan berkah;
7)  Berakit-rakit kehulu, berenang ketepian. Bersakit sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.
Kisah diatas sebenarnya merupakan kisah nyata pribadi Saya sebagai tokoh Wira dengan merubah pemeran nama. Terima Kasih khusus Saya sampaikan kepada Ibu Emi Tri P, S.Pd., Ibu sekaligus penyemangat Saya menyelesaikan Studi S-1 kurang dari 4 Tahun, dan orang yang sering Saya buat jengkel,hehee.. Juga Pak Luk, Mbak Indah DK, S.Pd, Abim dan Koko, Keluargaku yang tercinta. Terima Kasih Telah menginspirasi.
Terima Kasih Saya ucapkan untuk keempat Bapak/Ibu tim penguji Skripsi Saya, yaitu:
Pembimbing 1       :         Drs. Sumarno, M.Si
Pembimbing 2       :         Dr. Sri Handayani, M.Si
Dosen Pembahas   :         Dr. Suranto, M.Pd
Dosen Penguji       :         Drs. Kayan Swastika, M.Si
Atas bimbingan beliau berempat, meski mengalami liku-liku panjang khususnya menjelang akhir Ujian dan pasca ujian, wejangan-wejangan penjenengan membuat Saya seperti sekarang, Terima Kasih.
Sekaligus terima kasih untuk kedua sahabatku Yadi dan Prihatini, yang tentunya bukan nama asli mereka dalam Cerita diatas.hehehe… Namun hampir mirip sih.. Yadi adalah Sahabatku Sdr. Yoga Prasetya, dan Prihatini adalah Sdri. Arti Prihatini. Terima Kasih Untuk Kalian berdua, yang telah masuk dalam kisah ini.